Sebelum menjadi sebuah
desa , wilayah desa grabagan merupakan sebuah hutan belantara yang banyak ditumbuhi
pohon kelapa. Maka disebutlah hutan ( alas ) Blulak-bluluk. Letak alas
Blulak-bluluk tersebut berjarak 20 km dari kota kabupaten Tuban.
Pada saat penyebaran
agma islam ada seorang putra raja Brawijaya dari kerajaan Majapahit yang sudah
memeluk agama islam yaitu Raden Abdus Subakir yang kemuduian memperdalam agama
islam pada seorang wali di Tuban yaitu Sunan Bejagung atau Syech Asy’ari ( Modin
Asy’ari ) bertahun-tahun beliau menjadi murid Syech Asy’ari yang akhirnya
diambil menantu. Dipersuntingkan dengan anak angkat beliau yaitu Chi Lou Wie
seorang gadis keturunan Tionghoa yang ditinggal mati oleh bapaknya yang
kemudian dirawat oleh Syech Asy’ari.
Tahun berganti tahun
maka pamitlah Raden Subakir beserta istri pada Syech Asy’ari untuk mengembara
menyebarkan agama islam. Oleh Sunan Bejagung disarankan untuk mengembara ke wilayah
selatan, maka berangkatlah pasangan muda ini ke selatan dan sampailah pada
sebuah hutan yang banyak kelapanya yaitu Alas Blulak-bluluk. Disitu lah
kemudian pasangan ini menetap dan menyebarkan agama islam pada penduduk yang
sebelumnya sudah ada, 2 km dari empat
Raden Subakir tinggal yaitu di Dukuh gadingyang saat itu dipimpin oleh seorang
yang menganut agama Hindu namanya yaitu Ki Tani yang kemudian dia masuk islam dan
berganti nama Kyai Tani. Kemudian disebelah barat berjarak 1 km dari tempat
Raden Subakir juga ada Dukuhan yang namanya Semigit. Pada saat itu dipimpin
oleh Ki Gedhe Semigit yang akhirnya dia juga masuk islam dan berganti nama menjadi
Kyai Gedhe Semigit. Bekas-bekas masjid
sampai sekarang masih ada, begitu pula dengan Makam Kyai Tani dan Kyai Gedhe Semigit
masih terawat sampai sekarang.
Alkisah diceritakan seorang
pemuda bernama Syech Abdus Shomad yang berasal dari negeri irak ( Bagdad ) dan
masih keturunan ke- 12 dari Syech Abdul Qodir Jaelani, ulama’ besar berasal
dari irak ( Bagdad ) mengembara menyeberangi lautan ikut ikut para musafir arab
dan sampailah pada negeri di pulau Jawa yaitu Kerajaan Banten yang saat itu
dipimpin oleh Sultan Agung. Kemudian pemuda ini melanjutkan pengembaraannya ke
Batavia ( Jakarta ), namun saat itu ada peperangan antara Sultan Agung dengan
VOC, maka pemuda yang berpakaian muslim ini ditangkap dan dimasukkan ke penjara.
Didalam penjara VOC, pemuda ini berkenalan dengan prajurit Mataram yang ditawan
yaitu Simin Luwih. Tapi akhirnya keduanya bisa lolos dari penjara, kemudian
berangkatlah menuju Cirebon dan mengabdi di kasunanan Cirebon.
Setelah beberapa tahun
di Kraton Cirebon mereka berpisah, Syech Abdus Shomad kembali mengembara menuju
ke Tuban. Sesampai di Tuban beliau memperdalam ilmu Islam dan menjadi murid Syech
Asy’ari. Setelah lama di Bejagung diperintahkanlah Syech Abdus Shomad menyusul
muridnya yaitu Raden Abdus Subakir ke Alas Blulak-bluluk, untuk membantu
menyebarkan islam sekaligus mengajarkan Pertanian dan Pertukangan.
Berangkatlah Syech
Abdus Shomad menyusul Raden Abdus Subakir yang telah menetap di Alas
Blulak-bluluk dan menjadi pemimpin degan sebutan Singo Grabag sekaligus guru
ngaji bagi ulama-ulama islam lainnya seperti Syech Maulana dan lain-lain.
Setelah sampai di Alas Blulak-bluluk menghadaplah pada Singo Grabag dan
kemudian menjadi murid. Oleh Singo Grabag Syech Abdus Shomad diambil menantu
dan dinikahkan dengan anaknya yang bernama Siti Mu’anaf (menef).
Di Alas Blulak-bluluk Syech
Abdus Shomad membuat banyak sawah, termasuk yang sekarang dipakai para
perangkat Desa Grabagan ( Bengkok ). Beliau adalah ahli pertanian sekaligus
ahli pertukangan, mereka hidup bahagia menjadi keluarga yang besar yang taat
pada agama.
Sampai suatu saat Alas
Blulak-bluluk terkena musibah banjir yang mana Singo Grabag (Syech Abdus Subakir
) terbawa arus Banjir Bandang kalau diwilayah kami terseret air itu ( Ke Grabag
), maka keturunan beliau menamakan Dukuh Blulak-bluluk menjadi nama Grabagan.
Akhirnya pun dukuh Blulak-bluluk menjadi sebuah Kelurahan dengan nama Kelurahan
GRABAGAN. Dengan Lurah yang pertama Syech Maulana putra sulung Syech Abdus Subakir ( Singo Grabag ), akan
tetapi nama Syech Maulana lebih terkenal dengan nama KI RODONGSO TEMBOK.
Kita kembali ke kisah Syech
Abdus Shomad ( Canggah Samad ), dia menjadi guru ngaji sekaligus penasehat Ki Rodongso
Tembok. Untuk masalah pertanian dan pertukangan hingga suatu saat dibulan
maulud tanggal 17 hari jum’at pahing, beliau dipanggil menghadap Sang Kholid
saat ketika beliau sedang ,mengerjakan rumah terjepit jarinya sampai dia wafat.
Sampai sekarang makam dan bukti-bukti lainnya masih terawat.
Demikian Sekilas asal
usul Desa Grabagan, untuk lebih jelasnya ada di Kitab SANGGA BUWANA yang
sekarang masih disimpan oleh salah satu keturunan dari Singo Grabag.
Demikian yang dapat kami bagian untuk anda, tunggu update selanjutnya. Terima kasih dan Semoga bermanfaat.
By : Adjie_ss
By : Adjie_ss
Wuuhhh.. cerita yg tertulis dari kitab kuno dan masih terawat sangatlah berharga.. klo bisa dieksplor semuanya saja pak kades,, itung2 bagi ilmu..
ReplyDeleteklo bisa juga kitabnya di digitalisasi dg scanner atau foto, utk menjaganya sekalian buat pamer.. heheh
Cerita yg luar biasa.. akan tetapi tdk di jelaskan secara detail asal desa Grabagan letaknya di daerah mana... karena nama desa grabagan sangat lah banyak di jawa timur ini. Tapi terima kasih sekali dgn menulis yg mungkin sangat berharga bagi anak cucu negeri ini.
ReplyDeleteDesa Grabagan terletak di Grabagan,Kabupaten Tuban. Saya asli dari Grabagan. Dan kitab Sangga Buana yang dimaksud masih disimpan oleh sesepuh Desa Grabagan,mungkin beliau sudah meninggal sekarang,namanya mbah Tajab. Untuk pewarisnya saya kurang tau. Namun ada beberapa versi cerita dari masyarakat dan berbeda dengan dari kitab. Namun untuk yg dipublikasi mengarahbyg ke kitabnya karena ada rujukan. Namun terkait kebenarannya hanya Tuhan yg tau mana yg sesuai.
Delete