Memandang wanita yang bukan mahram asalnya tidak dibolehkan. Jadi boleh
ketika hajat. Namun ada beberapa rincian mengenai hukum memandang wanita
sebagaimana disebutkan oleh Abu Syuja' dalam matan Al Ghoyah wat Taqrib ditambah penjelasan di catatan kaki yang kami sajikan. Moga bermanfaat.
Hukum seorang pria memandang wanita dirinci menjadi tujuh:
Pertama: Memandang wanita non mahram tanpa ada hajat, hal itu tidak dibolehkan.[1]
Kedua: Memandang istri atau hamba sahayanya, boleh melihat seluruh tubuhnya selain kemaluan.[2]
Ketiga:
Memandang wanita yang masih mahramnya atau hamba sahayanya yang telah
menikah dengan yang lain, boleh memandang tubuhnya selain antara pusar
dan lutut.[3]
Keempat: Memandang demi alasan menikahi wanita, dibolehkan memandang wajah dan kedua telapak tangan.[4]
Kelima: Memandang wanita dalam rangka berobat, boleh pada bagian yang dibutuhkan saja.[5]
Keenam: Memandang wanita karena keperluan persaksian atau muamalat, boleh melihat pada wajah saja.[6]
Ketujuh: Memandang hamba sahaya yang ingin dibeli, boleh memandang pada tempat yang dibutuhkan untuk dibolak-balikkan.[7]
[1] Allah Ta’ala berfirman,
[2] Dalam Fathul Qorib (hal. 225), “Yang tepat boleh memandang kemaluan (istri atau budaknya yang ia nikahi), namun dihukumi makruh.” Makruhnya karena dilihat dari sisi adab (At Tadzhib, hal. 174).
Namun yang benar boleh antara suami istri saling memandang aurat satu dan lainnya. Dalilnya di antaranya hadits,
[3] Memandang wanita yang masih mahram dibolehkan berdasarkan firman Allah Ta’ala,
[4] Dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah, ia berkata, “Aku pernah berada di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu datang seseorang dan ia mengabarkan pada beliau bahwa ia ingin menikahi wanita Anshar. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padanya, “Apakah engkau telah melakukan nazhor (memandang) dirinya?” “Belum”, jawab dia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda,
Memandang wanita yang ingin dinikahi di sini hanya pada wajah dan kedua telapak tangan karena tidak ada hajat untuk melihat anggota tubuh lainnya. (Lihat At Tadzhib, hal. 176)
[5] Memandang wanita lain dalam rangka berobat dibolehkan asalkan dengan adanya mahrom atau suami dan tidak ada wanita lain yang bisa mengobatinya. Dan jika ada dokter muslim, maka jangan beralih pada lainnya. Jika hal ini berlaku pada wanita, maka sama halnya pada laki-laki. Laki-laki tidaklah boleh berobat pada dokter wanita jika ada dokter laki-laki yang bisa mengobatinya. Jika tidak didapati demikian, maka disyaratkan jangan sampai terjadi kholwat. (Lihat At Tadzhib, hal. 176)
[6] Memandang wanita lain dalam rangka muamalah, maka boleh jika ada hajat untuk mengenali wanita tersebut dan tidak bisa kecuali dengan melihatnya dan tidak bisa juga dilakukan di balik hijab. Namun syarat yang harus dipenuhi adalah tidak adanya kholwat (campur baur). (Lihat At Tadzhib, hal. 176)
[7] Melihat budak yang ingin dibeli dibolehkan selama bukan aurat antara pusar dan lutut. (Lihat At Tadzhib, hal. 176).
Sumber : http://rumaysho.com/belajar-islam/muslimah/4034-hukum-memandang-wanita.html
0 komentar:
Post a Comment