Menurut Pasal 2 ayat (1) UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (“UUHC”), hak
cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta
untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara
otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUHC tersebut dijelaskan :
“Yang
dimaksud dengan hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan
bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan
hak tersebut tanpa izin pemegangnya.
Dalam pengertian “mengumumkan atau memperbanyak”, termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan Ciptaan kepada publik melalui sarana apa pun.”
Di dalam penjelasan umum UUHC juga disebutkan, Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights).
Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan
serta produk Hak Terkait. Hak moral yakni hak pencipta untuk menuntut
dicantumkan nama atau nama samarannya di dalam karyanya ataupun
salinannya dalam hubungan dengan penggunaan secara umum.
Kemudian, apakah film termasuk hal yang dilindungi oleh UUHC?Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) huruf k, salah satu ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dilindungi hak cipta
adalah sinematografi. Di dalam penjelasan pasal tersebut yang dimaksud
dengan sinematografi merupakan media komunikasi massa gambar gerak (moving images)
antara lain meliputi: film dokumenter, film iklan, reportase atau film
cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun yang dapat dibuat
dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram optik dan/atau
media lain yang memungkinkan untuk dipertunjukkan di bioskop, di layar
lebar atau ditayangkan di televisi atau di media lainnya.
Perlindungan
hak cipta atas film menjadikan pencipta atau pemegang hak cipta
memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang
bersifat komersial (Pasal 2 ayat [2] UUHC). Masa berlaku perlindungan hak cipta atas film adalah 50 tahun sejak pertama kali diumumkan (Pasal 30 ayat (1) UUHC). Walaupun film tersebut film asing, ketentuan perlindungan Hak Cipta dalam UUHC dapat berlaku bila (lihat Pasal 76 UUHC):
a. Film tersebut diumumkan untuk pertama kali di Indonesia
b. Negara asal film tersebut mempunyai perjanjian bilateral mengenai perlindungan Hak Cipta dengan Negara Republik Indonesia; atau
c. Negara
asal film tersebut dan Negara Republik Indonesia merupakan pihak atau
peserta dalam perjanjian multilateral yang sama mengenai perlindungan
Hak Cipta
Menyinggung istilah “pembajakan” yang Saudara sebutkan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pembajakan berasal dari kata dasar bajak yang berarti mengambil hasil
ciptaan orang lain tanpa sepengetahuan dan seizinnya. Kami mengartikan
pembajakan film sebagai tindakan yang bertujuan untuk
menggandakan/duplikasi film tanpa izin pemegang hak cipta. Oleh karena
itu, jika ada orang yang menduplikasi film dari media yang resmi
(misalnya cakram optik yang orisinal) ke internet tanpa izin dari
pemegang hak ciptanya, hal tersebut sudah merupakan pembajakan dan
melanggar hak eksklusif pemegang hak cipta film.
Orang yang mengunggah (upload) tautan berkas (file link)
ke internet sudah melakukan perbuatan pembajakan dengan melanggar hak
cipta karena memperbanyak serta menyiarkan film tanpa izin peegang hak
cipta sehingga dapat dijerat dengan untuk mengunduh (download) film asing bajakan dapat dijerat dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 72 ayat (1) UUHC yang diancam dipidana
dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp1.000.000, atau pidana penjara paling lama 7
tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000. Selain itu, ia juga
dapat dikenakan Pasal 72 ayat (2) UUHC karena menyiarkan dan
memamerkan kepada umum film hasil pelanggaran hak cipta. Ancaman pidana
dalam ketentuan ini adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000
Perbuatan
mengunggah film ke internet, tentunya membuka peluang orang lain untuk
mengunduh film tersebut melalui internet. Perbuatan mengunduh film
bajakan ini juga merupakan perbuatan memperbanyak ciptaan tanpa izin
pemegang hak cipta serta menimbulkan kerugian ekonomi terhadap pemegang
hak cipta sehingga termasuk pelanggaran terhadap hak cipta dan diancam
dengan ketentuan pidana Pasal 72 ayat (1) UUHC yang telah disebutkan sebelumnya.
Jadi, tindakan mengunduh film asing bajakan di internet melanggar hukum di Indonesia, dalam hal ini UUHC.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
0 komentar:
Post a Comment