Jerat Hukum Jika Menyanyikan Lagu Orang Lain Tanpa Izin
Sebelum
kita masuk secara spesifik pada perlindungan hak cipta lagu, ada
baiknya kita melihat dulu apa yang dimaksud dengan Pencipta menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UUHC 2014”).
Pencipta
adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi (Pasal 1 angka 2 UUHC 2014).
Sedangkan
yang dimaksud dengan Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang
ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi,
kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian
yang diekspresikan dalam bentuk nyata (Pasal 1 angka 3 UUHC 2014).
Bicara
mengenai hak cipta lagu dan Pencipta tentunya merupakan hal yang sangat
penting bagi para pekerja intelektual di bidang seni ini. Hak Cipta
lagu adalah hak eksklusif Pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu lagu dapat didengar. Hak Cipta lagu lahir secara otomatis bukan pada saat lagu tersebut selesai direkam,
akan tetapi hak cipta lagu lahir secara otomatis pada saat lagu
tersebut sudah bisa didengar, dibuktikan dengan adanya notasi musik dan
atau tanpa syair.Hal ini sesuai dengan definisi mengenai Hak Cipta,
yaitu: hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan
prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 angka 1 UUHC 2014).
Seorang
Pencipta yang meyakini bahwa karyanya memiliki nilai ekonomi yang
sangat tinggi sangat disarankan untuk mendaftarkan hak ciptanya.
Bagi Pencipta sendiri ada dua hak yang timbul dari lagu ciptaannya tersebut yaitu Hak Moral dan Hak Ekonomi. Hak Moral menurut Pasal 5 ayat (1) UUHC 2014 merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri Pencipta untuk:
a. tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;
b. menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
c. mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
d. mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan
e. mempertahankan
haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi
Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau
reputasinya.
Sedangkan Hak Ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan (Pasal 8 UUHC 2014).
Hak ekonomi Pencipta sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) UUHC 2014 adalah untuk melakukan:
a. Penerbitan Ciptaan;
b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
c. Penerjemahan Ciptaan;
d. Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
e. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
f. Pertunjukan Ciptaan;
g. Pengumuman Ciptaan;
h. Komunikasi Ciptaan; dan
i. Penyewaan Ciptaan.
Pertanyaan
Anda mengenai “dinyanyikan kembali” sebenarnya kurang jelas bagi saya.
Banyak pertanyaan yang harus dijawab, misalnya :
· Dinyanyikan kembali oleh siapa?
· Dalam media apa lagu tersebut dinyanyikan kembali?
· Apakah ada aransemen yang diubah pada saat menyanyikan kembali?
· Apakah lagu yang dinyanyikan kembali ini hak ciptanya sudah pernah dialihkan kepada pihak lain?
· Apakah lagu yang dinyanyikan kembali ini termasuk lagu yang masa perlindungan hak ciptanya sudah habis atau masih berlaku?
Untuk
itu, kita perlu melihat bagaimana proses Penciptaan lagu hingga sampai
kepada konsumen, di mana hal tersebut melibatkan banyak pihak yang tentu
saja kemudian memiliki kaitan erat dengan eksploitasi dari hak ekonomi
Pencipta lagu itu sendiri.
Urutannya sebagai berikut :
1. Pencipta lagu menulis lagu yang terdiri syair dan musik;
2. Pencipta
lagu butuh untuk menyanyikan lagu tersebut dan merekamnya sehingga
biasanya ia memberikan kepada Produser rekaman jika dirinya bukan
seorang Produser rekaman;
3. Jika Pencipta hanya menciptakan lagu saja sedangkan ia bukan Penyanyi, maka ia butuh Penyanyi untuk menyanyikan lagunya;
4. Ada juga Publisher atau Penerbit musik yang tugasnya mempromosikan lagu-lagu dari Pencipta untuk direkam oleh Produser;
5. Setelah
lagu selesai direkam, diperbanyak, maka rekaman lagu yang sudah dalam
bentuk kaset, CD, maupun media lainnya ini didistribusi kepada konsumen.
Selanjutnya,
mari kita lihat secara keseluruhan bagaimana hak ekonomi tadi bisa
“bekerja” secara maksimal dalam hukum Hak Cipta.
1. Pemberian Lisensi atas Hak Cipta kepada Pihak Lain
Seorang Pencipta lagu bisa memberikan lisensi atas lagunya kepada pihak lain. Dengan memberikan lisensi atas lagunya kepada pihak lain, Pencipta lagu mendapatkan royalti.
Yang dimaksud dengan Royalti dalam Pasal 1 angka 21 UUHC 2014
adalah imbalan atas pemanfaatan Hak Ekonomi suatu Ciptaan atau Produk
Hak Terkait yang diterima oleh Pencipta atau pemilik hak terkait.
Sedangkan
yang dimaksudkan dengan Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan
oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk
melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan
syarat tertentu (Pasal 1 angka 20 UUHC 2014).
Dalam UUHC 2014, Lisensi ini diatur pada Pasal 80 – Pasal 83.
Kecuali diperjanjikan lain, Pencipta berhak memberikan Lisensi kepada
pihak lain berdasarkan perjanjian tertulis selama jangka waktu tertentu.
Penentuan besaran Royalti dan tata cara pemberian Royalti dilakukan
berdasarkan perjanjian Lisensi antara Pencipta dan penerima Lisensi.
Dengan
memberikan lisensi atas hak cipta tersebut kepada pihak lain, hak
ekonomi Pencipta tereksploitasi dalam bentuk sebagaimana disebut dalam Pasal 9 ayat (1) UUHC 2014
yang telah disebut di atas, yaitu: menerbitkan, menggandakan dalam
segala bentuk, menerjemahkan, mengadaptasikan, mengaransemen, atau
mentransformasi, mendistribusi, mempertunjukkan, mengumumkan,
mengkomunikasikan dan menyewakan.
Dalam dunia internasional dikenal istilah umum dalam hal eksploitasi hak ekonomi Pencipta lagu seperti :
a. Mechanical Rights: Hak untuk mendapatkan royalti dari reproduksi lagu pada beberapa media seperti kaset, CD, dan lain-lain.
b. Performance Rights: Hak untuk mendapatkan royalti dari pertunjukan-pertunjukan di mana lagu tersebut dimainkan.
c. Synchronization Rights:
Hak untuk mendapatkan royalti apabila lagu dipakai untuk berbagai
bentuk ciptaan lain seperti film, iklan, video, dan lain-lain.
d. Print Rights: Hak untuk mendapatkan royalti jika lagu dijual dalam bentuk cetakan.
2. Pengalihan Hak Cipta
Seorang Pencipta lagu biasanya berhubungan dengan Produser. Dalam UUHC 2014 Produser ini disebut sebagai Produser Fonogram,
yaitu orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki
tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi,
baik perekaman pertunjukan maupun perekaman suara atau bunyi lain (Pasal 1 angka 7 UUHC 2014).
Dengan pengalihan hak cipta ini, produser membayar sejumlah royalti
kepada Pencipta lagu di mana semua proses produksi dan segala hal yang
berkaitan dengan fiksasi dari lagu tersebut beralih haknya kepada
produser.
Hal ini sesuai dengan Pasal 16 ayat (2) huruf e UUHC 2014 yang menyatakan: Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian karena perjanjian tertulis.
Pengalihan hak cipta bisa dilakukan secara keseluruhan atau tidak. Hak
ekonomi akan tetap berada di tangan Pencipta jika pengalihan hak cipta
tidak dilakukan secara keseluruhan. Apabila hak cipta suatu lagu telah
dialihkan seluruhnya atau sebagian, Pencipta tak dapat lagi mengalihkan
hak untuk kedua kalinya.
Kembali kepada pertanyaan “perlindungan hukum bagi Pencipta yang lagunya dinyanyikan kembali”,
di mana artinya bisa bermacam-macam, saya asumsikan saja pertanyaan
Anda bahwa lagu tersebut dinyanyikan kembali oleh orang lain, maka
jawaban saya adalah tergantung pada perjanjian tertulis yang telah
dibuat oleh Pencipta lagu dengan pihak lain atas lagu yang
diciptakannya. Pihak lain tersebut bisa Publisher, Produser atau
pihak-pihak lain yang ingin menggunakannya secara komersial yaitu
memanfaatkan lagu tersebut dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan
ekonomi dari berbagai sumber atau berbayar.
Jika
hak ekonomi dari lagu tersebut telah dilisensikan atau dialihkan, maka
rujukan yang harus dilihat adalah apa saja yang telah diperjanjikan di
dalam perjanjian tertulis antara Pencipta dengan pihak lain.
Apabila
yang Anda maksud “lagu yang dinyanyikan kembali” ini adalah lagu yang
masa perlindungan hak ciptanya telah habis, maka lagu tersebut tak lagi
memiliki perlindungan hak cipta. Dalam UUHC 2014 masa perlindungan hak
cipta lagu disebutkan berlaku selama hidup Pencipta dan terus
berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal
dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya (Pasal 58 ayat (1) UUHC 2014).
Menjawab
pertanyaan Anda apabila lagu dinyanyikan kembali dalam bentuk aransemen
lain oleh pihak lain tanpa seizin Pencipta, maka dapat disampaikan
sebagai berikut:
Bicara mengenai aransemen baru sebuah lagu berarti kita bicara mengenai karya pengalihwujudan. Pasal 40 ayat (1) huruf n UUHC 2014 menyebutkan bahwa terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi merupakan Ciptaan yang dilindungi.
Dalam bagian Penjelasan, yang dimaksud dengan "karya lain dari hasil
transformasi" adalah mengubah format Ciptaan menjadi format bentuk lain.
Sebagai contoh musik pop menjadi musik dangdut.
Pasal 9 ayat (1) huruf d UUHC 2014
menyatakan bahwa: Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan pengadaptasian,
pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan. Sedangkan menurut Pasal 40 ayat (2) UUHC 2014,
lagu yang diaransemen ulang sebagai karya lain dari hasil transformasi
dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta
atas Ciptaan asli. Ini berarti bahwa Pencipta menguasai hak untuk
mengaransemen maupun melakukan transformasi lagu ciptaannya. Tidak boleh
ada seorangpun yang bisa melakukan aransemen baru/transformasi atas
lagunya tanpa seizin Pencipta aslinya.
Lagu
yang merupakan hasil aransemen ulang atau transformasi tidak timbul hak
ciptanya apabila tidak mendapatkan izin dari Pencipta. Sebagaimana
prinsip lahirnya hak cipta yang menyatakan bahwa hak cipta adalah hak
eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip
deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Apabila suatu ciptaan dihasilkan tetapi bertentangan dengan ketentuan
perundang-undangan (yaitu melanggar hak cipta orang/pihak lain) maka hak
ciptanya tentu saja tidak timbul.
Pelanggaran terhadap hak ekonomi Pencipta dalam hal transformasi hak cipta dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur pada Pasal 113 ayat (2) UUHC 2014 yang menyatakan: Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Sedangkan untuk perbuatan “menyanyikan kembali”, tindakan tersebut termasuk sebagai Pengumuman. Orang yang menyanyikan kembali lagu tanpa seizin Pemegang Hak Cipta bisa terkena sanksi pidana Pasal 113 ayat (3) UUHC 2014
yang berbunyi: Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin
Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi
Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
0 komentar:
Post a Comment