a. Islam Mengakui Rasa Cinta
Islam mengakui adanya rasa cinta yang ada dalam diri manusia. Ketika seseorang memiliki rasa cinta, maka hal itu adalah anugerah Yang Kuasa. Termasuk rasa cinta kepada wanita (lawan jenis) dan lain-lainnya.
Islam mengakui adanya rasa cinta yang ada dalam diri manusia. Ketika seseorang memiliki rasa cinta, maka hal itu adalah anugerah Yang Kuasa. Termasuk rasa cinta kepada wanita (lawan jenis) dan lain-lainnya.
“Dijadikan indah pada manusia kecintaan
kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang
ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi
Allah-lah tempat kembali yang baik .”(QS. Ali Imran :14).
Khusus kepada wanita, Islam menganjurkan
untuk mengejawantahkan rasa cinta itu dengan perlakuan yang baik,
bijaksana, jujur, ramah dan yang paling penting dari semau itu adalah
penuh dengan tanggung-jawab. Sehingga bila seseorang mencintai wanita,
maka menjadi kewajibannya untuk memperlakukannya dengan cara yang paling
baik.
Rasulullah SAW bersabda,”Orang yang
paling baik diantara kamu adalah orang yang paling baik terhadap
pasangannya (istrinya). Dan aku adalah orang yang paling baik terhadap
istriku”.
b. Cinta Kepada Lain Jenis Hanya Ada Dalam Wujud Ikatan Formal
Namun dalam konsep Islam, cinta kepada lain jenis itu hanya dibenarkan manakala ikatan di antara mereka berdua sudah jelas. Sebelum adanya ikatan itu, maka pada hakikatnya bukan sebuah cinta, melainkan nafsu syahwat dan ketertarikan sesaat.
Namun dalam konsep Islam, cinta kepada lain jenis itu hanya dibenarkan manakala ikatan di antara mereka berdua sudah jelas. Sebelum adanya ikatan itu, maka pada hakikatnya bukan sebuah cinta, melainkan nafsu syahwat dan ketertarikan sesaat.
Sebab cinta dalam pandangan Islam adalah
sebuah tanggung jawab yang tidak mungkin sekedar diucapkan atau
digoreskan di atas kertas surat cinta belaka. Atau janji muluk-muluk
lewat SMS, chatting dan sejenisnya. Tapi cinta sejati haruslah berbentuk
ikrar dan pernyataan tanggung-jawab yang disaksikan oleh orang banyak.
Bahkan lebih kerennya, ucapan janji itu
tidaklah ditujukan kepada pasangan, melainkan kepada ayah kandung wanita
itu. Maka seorang laki-laki yang bertanggung-jawab akan berikrar dan
melakukan ikatan untuk menjadikan wanita itu sebagai orang yang menjadi
pendamping hidupnya, mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya dan menjadi
`pelindung` dan pengayomnya`. Bahkan `mengambil alih` kepemimpinannya
dari bahu sang ayah ke atas bahunya.
Dengan ikatan itu, jadilah seorang
laki-laki itu `the real gentleman`. Karena dia telah menjadi suami dari
seorang wanita. Dan hanya ikatan inilah yang bisa memastikan apakah
seorang laki-laki itu betul serorang gentleman atau sekedar kelas
laki-laki iseng tanpa nyali. Beraninya hanya menikmati sensasi seksual,
tapi tidak siap menjadi the real man.
Pacaran islami sebelum menikah mungkinkah?
Dalam Islam, hanya hubungan suami istri
sajalah yang membolehkan terjadinya kontak-kontak yang mengarah kepada
birahi. Baik itu sentuhan, pegangan, cium dan juga seks. Sedangkan di
luar nikah, Islam tidak pernah membenarkan semua itu. Kecuali memang ada
hubungan `mahram` (keharaman untuk menikahi). Akhlaq ini sebenarnya
bukan hanya monopoli agama Islam saja, tapi hampir semua agama
mengharamkan perzinaan. Apalagi agama Kristen yang dulunya adalah agama
Islam juga, namun karena terjadi penyimpangan besar sampai masalah sendi
yang paling pokok, akhirnya tidak pernah terdengar kejelasan agama ini
mengharamkan zina dan perbuatan yang menyerampet kesana.
Sedangkan pemandangan yang kita lihat
dimana ada orang Islam yang melakukan praktek pacaran dengan
pegang-pegangan, ini menunjukkan bahwa umumnya manusia memang telah
terlalu jauh dari agama. Karena praktek itu bukan hanya terjadi pada
masyarakat Islam yang nota bene masih sangat kental dengan keaslian
agamanya, tapi masyakat dunia ini memang benar-benar telah dilanda
degradasi agama.
Barat yang mayoritas nasrani justru
merupakan sumber dari hedonisme dan permisifisme ini. Sehingga kalau
pemandangan buruk itu terjadi juga pada sebagian pemuda-pemudi Islam,
tentu kita tidak melihat dari satu sudut pandang saja. Tapi lihatlah
bahwa kemerosotan moral ini juga terjadi pada agama lain, bahkan justru
lebih parah.
c. Pacaran Bukan Cinta
Melihat kecenderungan aktifitas pasangan muda yang berpacaran, sesungguhnya sangat sulit untuk mengatakan bahwa pacaran itu adalah media untuk saling mencinta satu sama lain. Sebab sebuah cinta sejati tidak berentu sebuah perkenalan singkat, misalnya dengan bertemu di suatu kesempatan tertentu lalu saling bertelepon, tukar menukar SMS, chatting dan diteruskan dengan janji bertemuan langsung.
Melihat kecenderungan aktifitas pasangan muda yang berpacaran, sesungguhnya sangat sulit untuk mengatakan bahwa pacaran itu adalah media untuk saling mencinta satu sama lain. Sebab sebuah cinta sejati tidak berentu sebuah perkenalan singkat, misalnya dengan bertemu di suatu kesempatan tertentu lalu saling bertelepon, tukar menukar SMS, chatting dan diteruskan dengan janji bertemuan langsung.
Semua bentuk aktifitas itu sebenarnya
bukanlah aktifitas cinta, sebab yang terjadi adalah kencan dan
bersenang-senang. Sama sekali tidak ada ikatan formal yang resmi dan
diakui. Juga tidak ada ikatan tanggung-jawab antara mereka. Bahkan tidak
ada ketentuan tentang kesetiaan dan seterusnya.
Padahal cinta itu memiliki,
tanggung-jawab, ikatan syah dan sebuah harga kesetiaan. Dalam format
pacaran, semua instrumen itu tidak terdapat, sehingga jelas sekali bahwa
pacaran itu sangat berbeda dengan cinta.
d. Pacaran Bukanlah Penjajakan / Perkenalan
Bahkan kalau pun pacaran itu dianggap sebagai sarana untuk saling melakukan penjajakan, perkenalan atau mencari titik temu antara kedua calon suami istri, bukanlah anggapan yang benar. Sebab penjajagan itu tidak adil dan kurang memberikan gambaran sesungguhnya dari data yang diperlukan dalam sebuah persiapan pernikahan.
Bahkan kalau pun pacaran itu dianggap sebagai sarana untuk saling melakukan penjajakan, perkenalan atau mencari titik temu antara kedua calon suami istri, bukanlah anggapan yang benar. Sebab penjajagan itu tidak adil dan kurang memberikan gambaran sesungguhnya dari data yang diperlukan dalam sebuah persiapan pernikahan.
Dalam format mencari pasangan hidup,
Islam telah memberikan panduan yang jelas tentang apa saja yang perlu
diperhitungkan. Misalnya sabda Rasulullah SAW tentang 4 kriteria yang
terkenal itu.
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah
SAW berdabda,”Wanita itu dinikahi karena 4 hal : [1] hartanya, [2]
keturunannya, [3] kecantikannya dan [4] agamanya. Maka perhatikanlah
agamanya kamu akan selamat. (HR. Bukhari Kitabun Nikah Bab Al-Akfa
fiddin nomor 4700, Muslim Kitabur-Radha Bab Istihbabu Nikah zatid-diin
nomor 2661)
Selain keempat kriteria itu, Islam
membenarkan bila ketika seorang memilih pasangan hidup untuk mengetahui
hal-hal yang tersembunyi yang tidak mungkin diceritakan langsung oleh
yang bersangkutan. Maka dalam masalah ini, peran orang tua atau pihak
keluarga menjadi sangat penting.
Inilah proses yang dikenal dalam Islam
sebaga taaruf. Jauh lebih bermanfaat dan objektif ketimbang kencan
berduaan. Sebab kecenderungan pasangan yang sedang kencan adalah
menampilkan sisi-sisi terbaiknya saja. Terbukti dengan mereka mengenakan
pakaian yang terbaik, bermake-up, berparfum dan mencari tempat-tempat
yang indah dalam kencan. Padahal nantinya dalam berumah tangga tidak
lagi demikian kondisinya.
Istri tidak selalu dalam kondisi
bermake-up, tidak setiap saat berbusana terbaik dan juga lebih sering
bertemua dengan suaminya dalam keadaan tanpa parfum. Bahkan rumah yang
mereka tempati itu bukanlah tempat-tempat indah mereka dulu kunjungi
sebelumnya. Setelah menikah mereka akan menjalani hari-hari biasa yang
kondisinya jauh dari suasana romantis saat pacaran.
Maka kesan indah saat pacaran itu tidak
akan ada terus menerus di dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dengan
demikian, pacaran bukanlah sebuah penjajakan yang jujur, sebaliknya
sebuah penyesatan dan pengelabuhan.
Dan tidak heran kita dapati pasangan
yang cukup lama berpacaran, namun segera mengurus perceraian belum lama
setelah pernikahan terjadi. Padahal mereka pacaran bertahun-tahun dan
membina rumah tangga dalam hitungan hari. Pacaran bukanlah perkenalan
melainkan ajang kencan saja.
0 komentar:
Post a Comment